Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: ist |
Dalam dua dekade terakhir, upaya Mahkamah Konstitusi untuk membangun sistem peradilan yang modern, cepat dan transparan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi mendapat sambutan yang positif dari publik. Layanan permohonan online hingga persidangan jarak jauh berbasis teknologi informasi dan komunikasi adalah bagian dari ikhtiar Mahkamah Konstitusi dalam mengintegrasikan sistem peradilan menjadi lebih modern, efisien dan memudahkan para pencari keadilan.
Jauh sebelum pandemi Covid-19, Mahkamah Konstitusi sebenarnya
sudah lebih dulu memanfaatkan teknologi informasi sebagai perangkat penunjang peradilan.
Di tahun 2009, Mahkamah Konstitusi pernah menggelar
persidangan jarak jauh yang dilakukan melalui video conferencing secara online
dan realtime dengan mengacu Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 18 Tahun 2009
tentang Pedoman Pengajuan Permohonan Elektronik (Electronic Filling) dan
Pemeriksaan Persidangan Jarak Jauh (Video Conference).
Jika
ditarik lebih ke belakang lagi, secara
faktual embrio penerapan peradilan modern juga sudah dilakukan Mahkamah Konstitusi
ketika di tahun 2007, MK memanfaatkan teknologi video conference untuk
mendengarkan keterangan ahli hukum dari New York University, Philip Alston
dalam sidang uji materi terhadap UU Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika.
Kemudian, di tahun 2008, MK juga mendengarkan keterangan ahli kebebasan
berkespresi dari Canada, Toby Daniel Mendel terkait sidang uji materi terhadap
pasal 310, 311,316 dan 207 KUHP juga menggunakan video conference.
Sampai kemudian pandemi Covid-19 merebak, Mahkamah Konstitusi memutuskan menunda persidangan seluruh perkara. Sebenarnya, penundaan ini lebih didasari karena faktor kesehatan, kemanusiaan dan keselamatan seluruh pihak.
Namun, penundaan sidang akibat pandemi ini, dikhawatirkan akan berdampak pada terganggunya kepastian hukum dan keadilan yang diharapkan oleh para pencari keadilan.
Kondisi ini jelas tidak sesuai dengan spirit Mahkamah Konsitusi yang harus selalu hadir dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat serta prinsip penegakan konstitusi dan kepastian hukum, seperti kata negarawan asal Inggris, William E Gladstone yang menyebut keadilan yang ditunda sama saja dengan keadilan yang ditolak (justice delayed is justice denied).
Selain itu, sejak awal dibentuk, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sudah menasbihkan dirinya sebagai peradilan modern yang menjadikan teknologi informasi dan komunikasi sebagai bagian tak terpisahkan dari upaya membangun peradaban konstitusi yang maju dan transparan.
Oleh
karenanya, setelah melakukan evaluasi dan analisis yang komprehensif, MK
kemudian memutuskan untuk kembali menggelar persidangan secara
virtual. Hal ini ditempuh untuk memastikan bahwa kepastian
hukum akan selalu hadir untuk masyarakat.
Proses persidangan jarak jauh di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Foto: dok. MKRI |
Perkembangan Teknologi Informasi Dukung Peradilan Modern Mahkamah Konstitusi
Selain
karena pandemi Covid-19, perkembangan teknologi informasi juga menjadi jalan
bagi Mahkamah Konstitusi untuk terus membangun sistem peradilan modern berbasis teknologi informasi
dan komunikasi yang memadai untuk menggelar peradilan secara daring tanpa
mengurangi esensi dari produk hukum yang dihasilkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Keputusan menggelar persidangan
jarak jauh berbasis teknologi yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi ini,
kemudian meredefinisikan makna ruang sidang yang tidak hanya sebatas kepada
bentuk, ukuran maupun desainnya semata, tapi juga meliputi ruang maya sebagai wujud dari ruang persidangan, sehingga
meniscayakan para pihak yang terlibat didalamnya untuk taat dan tunduk terhadap
tata tertib persidangan yang ada di bawah kendali Majelis Hakim.
Selain persidangan jarak jauh,
Mahkamah Konstitusi juga membangun infrastruktur teknologi yang saling
terintegrasi dalam hal pelayanan permohonan dari para pihak, sejak dari pengajuan
permohonan yang layanannya bisa dilakukan secara online, dengan cepat dan mudah
melalui Sistem Informasi Penanganan Perkara Elektronik (SIMPEL) yang bisa
diakses melalui laman resmi Mahkamah Konstitusi di www.mahkamahkonstitusi.go.id
atau www.mkri.go.id.
Jenis layanan lain juga diintegrasikan secara menyeluruh, yang meliputi; Sistem Manajemen Perkara (SIMPP), Sistem Verifikasi Keuangan (SIVIKA), e-Kinerja, e-SKP, Sistem Informasi Kearsipan Dinamis (SIKD), e-Perisalah, e-Minutasi, e-BRPK, case tracking, video conference.
Pengintegrasian ini bertujuan
untuk memudahkan para pencari keadilan mengakses Mahkamah Konstitusi
secara cepat, mudah, real time dan tanpa biaya.
Dan, untuk memperkuat sistem
keamanan teknologinya, Mahkamah Konstitusi juga bekerjasama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk mengantisipasi kemungkinan serangan virus
maupun peretas.
Smart Board Mini Court Room
Salah satu langkah visioner lain
dalam membangun sistem peradilan modern yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi
adalah dengan menggagas keberadaan Smart Board Mini Court Room, yang
bekerjasama dengan sedikitnya 60 universitas di Indonesia dalam hal penyediaan
ruang sidang mini berbasis teknologi di setiap universitas sebagai tempat
pelaksanaan persidangan sekaligus proses pembelajaran hukum bagi civitas
akademika.
Smart board mini court yang
menjadi bagian tak terpisahkan dari subjek hukum ini, juga merupakan hasil
pengembangan instrumen persidangan jarak jauh dari yang sebelumnya menggunakan
kamera, beralih ke perangkat yang lebih efisien, murah dan bisa diakses dengan
cepat dan mudah oleh semua pihak.
Ketua
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Anwar Usman menjelaskan upaya-upaya
untuk membangun peradilan modern memang terus dilakukan. Salah satunya,
bekerjasama dengan universitas di seluruh Indonesia untuk membangun Smart Board
Mini Court Room sebagai bagian dari kemudahan akses dan adaptasi teknologi
informasi Mahkamah Konstitusi dalam perannya sebagai
pengawal konstitusi dan demokrasi yang memberi kemudahan bagi para pencari keadilan.
Dengan teknologi ini, para
pihak tak perlu lagi harus datang ke Mahkamah Konstitusi tapi cukup datang ke
universitas terdekat yang telah bekerjasama dengan Mahkamah Konstitusi dalam
hal penyediaan Smart Board Mini Court Room.
Legalitas peradilan jarak jauh
ini diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2021 Tentang
Penyelenggaraan Persidangan Jarak Jauh yang secara khusus mengatur seputar
teknis persiapan dan pelaksanaan hingga tata tertib persidangan yang wajib ditaati
oleh para pihak.
Peradilan Modern Mahkamah Konstitusi untuk Transparansi dan Kemudahan Akses
Keterbukaan dan kemudahaan
akses menjadi kunci penting bagi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam
menjalankannya perannya sebagai pengawal konstitusi dan demokrasi.
Ketua Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia Anwar Usman menilai bahwa keterbukaan menjadi ruh dari keadilan dalam
upaya melawan ketidakadilan itu sendiri.
“Sistem peradilan yang modern harus menganut prinsip transparan, mudah, efisien dan bisa diakses oleh semua orang, dan Mahkamah Konstitusi sedang menuju fase itu. Karena, sejatinya peradaban konstitusi harus pula mengacu pada sistem peradilan yang modern,” kata Anwar Usman optimis. (Abitya Akbarsyah)